Tuesday, February 21, 2017

Review Novel Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 , Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1991, dan Milea by Pidi Baiq


Assalamualaikum
Apa kabar semua.
Udah masuk bulan Februari aja, blog teteeup kaga keurus. Hiks
Maapkeun ya, yang punya blog kadang emang sok sibuk. Heuheuehu

Kali ini, saya mau review sedikiiiiit ajah tentang novel yang akhir-akhir ini bikin saya baper. Baper karena entah kenapa menurut saya novel ini “saya” banget. Bukan dari segi cerita yaaah, saya nggak baper sama cinta-cintaan anak SMA padahal. Bahkan novel jenis ini sebenernya saya hindari, karena kebanyakan sok puitis yang jatuhnya “apaan siih?” buat saya.

Source
“Hati-hati Lia, jangan ada yang melukaimu. Nanti besoknya orang itu akan hilang”

Pernah merasa kenal dengan kalimat itu? Atau malah diantara kalian udah baper duluan ketimbang saya?
Iyaah, ini novel bukan baru aja launched ya sodara-sodaraaa.. sayanya yang telat baca. Padahal tiap ke Gramedia, buku ini selalu masuk list novel terlaris.

Iseng-iseng aja sayanya mah beli pas kapan hari. Beli satu dulu yang judulnya Dilan, Dia adalah Dilanku Tahun 1990. Ekspektasi saya nggak muluk-muluk, bisa selesai 1 minggu udah ajaib sih mengingat padatnya aktivitas saya akhir-akhir ini, tsaaah.. 
kalo ini mah bo’ong (ngomong ala Dilan)

Faktanya, novel ini bisa saya selesaikan dalam waktu 2 hari, iyaaah 2 hari karena saya harus nyambi kerjaan kantor, jadi bacanya nunggu bener-bener luang banget. Tapi sayanya jadi nggak konsen ngerjain kerjaan kantor, bingung mikirin Dilan terus. Halaaaah emangnya saya Milea.

Trilogi Dilan ini (meskipun novel terakhir judulnya Milea tapi karena ada 3 seri bisa lha ya saya bilang trilogy) adalah novel laris bikinan penulis nyentrik bernama Pidi Baiq atau yang akrab dipanggil Surayah alias Ayah. Kabarnya, ini adalah novel bertema kisah cinta remaja pertama yang ditulis ayah, bener nggak Yah? cmiiw


Lantas, kenapa Novel ini bikin saya baper?
Pertama, saya suka sama gaya penulisannya. Nggak berbelit-belit, nggak menggunakan bahasa sastra tingkat tinggi yang kadang perlu beberapa kali saya ulang bacanya supaya saya paham maksudnya. Selamaat Ayah Pidi Baiq, anda sekarang jadi salah satu penulis Indonesia favorit saya. Setelah Harpot, Love Sparks in Korea, dan Winter in Tokyo, novel ini termasuk yang saya cepet banget nyelesaiinnya.

Kedua, saya suka penggambaran sosok Dilan, ngebayangin aja ada anak SMA dengan jabatan “panglima tempur” geng Motor tapi konyol abiis dan bisa ngegaet cewe cantik dengan jurus yang ‘apa adanya’. Siapa coba yang bakal PDKT sama cewe dengan gaya meramal. Sumpah kalo ini basii banget sebenernya tapi karena ramalnya ala Dilan ya jadinya lucu.
Terus siapa coba yang PDKT tapi bilang gini “kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tau kalo sore”. Udah gitu pas sakit sementara teman-teman sekelas nengokin eh dianya nganter tukang pijet. Sederhana tapi manis..
Jujuur, andai kalian jadi Milea pasti tambah penasaran kan sama cowok nggak jelas ini?? Karena dia unik.

Ketiga, saya suka jalan ceritanya. Kisah romansa jaman SMA tapi realistis banget. Kok? Iya, walaupun endingnya mereka sama-sama tau kalau putusnya mereka dulu cuma gara-gara salah paham, saling mempertahankan ego tanpa meminta penjelasan kemasing-masing. Tapi mereka nggak balikan karena Dilan dan Milea sama-sama udah punya pasangan. Bahkan Milea waktu itu udah mau tunangan. Ini yang saya suka. Nggak kaya film A*DC2 yang menurut saya kesannya dipaksakan banget, mungkin pengen ngikuti maunya penonton tapiiiiiii saya malah nggak suka. In real world, mungkin terjadi tapi banyakan enggak-nya deh. Bayangin aja, udah mau nikah sama orang, cuma karena ketemu sama ‘mantan’ eh kok mendadak baper dan ninggalin pasangannya yang sekarang. It’s a big no no buat saya!

Oke itu alasan-alasan saya suka sama novel ini. Dari internet, saya baru tau kalo ayah pernah bilang ini kisah nyata. Bahkan di novel Milea, dijelaskan bagaimana ayah ketemu sama sosok Dilan yang akhirnya bersedia menulis cerita dari sisi Dilan. Oke, kalo ini saya 50:50, bukan maksud menyangsikan kisah ini hanya dibuat seolah-olah diambil dari kisah nyata padahal bukan. Karena pembaca memang biasanya lebih tertarik dengan novel-novel yang ada embel-embel ‘true strory’-nya. Wallahu’alam bishawab, hanya Allah dan ayah yang tau. Pengennya saya sih jangan kisah nyata doong karena saya sebenernya juga kelanjur baper karena si Dilan nggak jadi sama Milea, hahaa…

Tapi eh tapi, saya jadi penasaran beneran lhoo dengan sosok Dilan. Saya malah ngerasa andai Dilan ini bener ada manusianya, maka bentuknya ya Pidi Baiq. Nah lhooo.. Coba deh kalian stalk twitter atau liat youtube pas ayah lagi konpres, gaya bicara dan bahasanya Dilan banget, Bahasa Indonesianya cenderung agak Melayuan nyaris seperti baku, seperti Bahasa Melayu Lama. Atau coba kalian tengok twitternya manakala ayah balas twit-twit dari “fans”, khas Dilan banget lha.. Yang setuju angkat tangan dong!

Selain itu, setelah saya telusuri lebih dalam, ternyata Pidi Baiq juga sesepuh salah satu geng motor  terkenal di Bandung yang bernama XTC( Exalt to Coitus) yang belakangan diganti menjadi Exalt To Creativity. Nah dari sini keyakinan saya semakin nyata. Hayo Ayah ngaku?!

Anyway terlepas dari benar tidaknya, saya salut sama Pidi Baiq yang dengan cerdasnya membuat novel ini dari sisi 2 orang, yang satu sisi Dilan dan satunya lagi sisi Milea, begitupun dengan gaya penuturannya sehingga kita benar-benar paham apa yang ada di pikiran mereka kala itu. Yakin deh, kita pasti gemes dan senyum-senyum sendiri gimana cerita Milea ketika di-PDKT-in sama Dilan atau kita ikutan marah sama Dilan karena udah punya cewek secantik Milea tapi kok masih mau-maunya ketemuan sama temen-temennya di geng motor yang hobi berantem itu. Tapi di sisi lain kita juga gemes sama Milea yang nggak pernah bisa ngomong baik-baik sama Dilan. Di otak saya, Milea ini kesannya cantik, PD, berani, gengsian, tapi juga pemarah.

Sedangkan di buku Milea, kita akan lebih mengenal siapa sosok Dilan sebenarnya. Ternyata nggak seurakan seperti diceritakan Milea. Dilan buat saya malah seperti seorang remaja yang sayang keluarga dan punya rasa solidaritas tinggi dengan kawan. Dia akan membela sahabat dan orang disayanginya bahkan jika nyawa taruhannya. Dilan juga sosok yang pintar, pemberani dan berinsting kuat, mungkin karena itulah dia ditunjuk sebagai panglima tempur geng motor Bandung. Untuk remaja seumurnya dan anak geng motor, Dilan remaja bisa dibilang pintar dan cukup wise. Coba aja baca, Dilan selalu juara kelas bahkan mewakili kelasnya ikut lomba dan nggak pernah lho sekalipun Dilan ini marahi Milea. Justru Milea yang dikit-dikit ngambek dan marah tanpa bilang penyebabnya apa, yaah walaupun ini typical semua cewe kali yaaa.. huhaahahah..

Melalui novel ini, Pidi Baiq seolah ingin kita semua bernostalgia dengan Bandung tempo dulu. Bandung yang masih dingin, masih sengang karena belum banyak kendaraan bermotor, dan belum dipenuhi papan reklame dan baligo yang menurut Pidi Baiq sengaja dipasang sebagai unsur pendukung untuk menuju Kota Bandung yang amburadul (Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 hlm. 222)

Beberapa humor satir  juga kerap diselipkan di dalam novel ini, misalnya :
“Zaman dulu kalau kamu masuk SMP, SMA, atau kuliah akan diwajibkan ikut penataran P4 terlebih dahulu. Biar kalau ada nenek-nenek yang mau nyebrang jalan, kamu jadi punya kesadaran moral untuk segera membantunya, dan lalu kecewa karena ternyata dia nenek sihir” Hah!

Atau seperti ini :
“Orang-orang baik itu bilang, kita semua anak nakal. Kita nggak pernah bilang mereka anak nakal. Otak mereka itu pikirannya negative terus ya? Mana? Katanya Baik?”

Atau percakapan jayus tapi konyol seperti ini :
“Kalau sekarang masih dijajah, aku nggak akan ketemu kamu, kan, akunya gerilya ke hutan”
“Kan, aku bisa nyusul”
“Naik apa?”
“Naik kamu”
“Digendong?”
“Iya! Ha ha ha.”
“Merepotkan perjuangan”

Ada banyak pesan yang coba ayah masukkan dalam ketiga novelnya ini.
Pertama, perempuan itu tidak semata tertarik dengan lelaki kaya yang bermodal uang namun nggak punya tata karma seperti Beni. Justru dengan wajah pas-pasan Dilan bisa memikat Milea dengan caranya sendiri.

Kedua, lingkungan keluarga mempengaruhi perkembangan anak. Dilan sedari kecil tumbuh di tengah kasih sayang kedua orang tuanya, sekalipun keduanya sama-sama bekerja bahkan ayah Dilan sering dinas keluar kota karena bekerja sebagai tentara.  Mungkin itulah penyebab Dilan yang meskipun bergaul dengan gangster sebagaimana yang sering Milea katakan tentang teman-teman Dilan, tak satu kalipun Dilan ikut-ikutan melakukan perbuatan yang merugikan dirinya dan orang lain, sepeti mabuk-mabukan, malak, atau memakai narkoba.

Ketiga, jangan hidup dengan prasangka karena akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Sebagaimana apa yang dirasakan oleh Dilan dan Milea. 

Keempat, jangan jadi orang yang hidup di masa lalu, masa lalu jadikan sebagai pelajaran namun masa lalu harus tetap tinggal di masa lalu. 
"Dalam berbagai hal, Lia telah mendidik karakter dan kepribadianku untuk membuat diriku menjadi lebih baik di dalam menjalin hubunganku dengan orang lain setelah Lia. Aku tidak merasa harus lebih baik dari orang lain, aku hanya berusaha untuk lebih baik dari diriku yang kemarin" Milea, suara Dilan.

Saya nggak akan cerita masing-masing novelnya, silahkan dibaca sendiri yaa. Jangan lupa bacanya berurutan dari Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1990 kemudian Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1991 dan terakhir Milea yaa.. Karena novel "Milea" ini dibuat untuk melengkapi kedua novel sebelumnya. Yaaah, Ayah emang cerdas deh strategi marketingnya, heheee :D :D
Tapi, novel ini emang layak buat dibaca kok!

Sebelum saya tutup, saya kasih bonus kalimat-kalimat dan puisi paling favorit saya dari ketiga buku ini yaaa :

“Milea, kamu cantik. Tapi aku belum mencintaimu. Enggak tau kalo sore”
-       Dilan

“Nanti kalau kamu mau tidur, percayalah, aku sedang mengucapkan selamat tidur dari jauh. Kamu nggak akan dengar” – Dilan

"Sekarang kamu tidur. Jangan begadang. Dan, jangan rindu."
"Kenapa?" Kutanya
"Berat" jawab Dilan "Kamu gak akan kuat. Biar aku saja"
-Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1990

“Selamat ulang tahun Milea. Ini hadiah untukmu, cuma TTS. Tapi sudah kuisi semua. Aku saying kamu. Aku tidak mau kamu pusing karena harus mengisinya” Dilan

“Kamu tau caranya supaya aku nangis? Gampang. Menghilanglah kamu di bumi”

“Aku mencintaimu, biarlah, ini urusanku. Bagaimana engkau kepadaku, terserah, itu urusanmu!” Milea

“Kenapa kamu nggak pernah marah ke aku?”
“Aku pasti marah ke orang yang berani marahin kamu. Masa, aku sendiri marahin kamu”

"Terima kasih Lia. Terima kasih dulu kau pernah mau"


See you again !!

^o^


4 comments:

  1. Nice artikel kakak.... Akhir nya nemu juga review novel dilan.. #nice

    ReplyDelete
  2. Nice artikel kakak.... Akhir nya nemu juga review novel dilan.. #nice

    ReplyDelete
  3. Aaahh,, jadi g sabar beli yg 1991 dan milea,, baru baca yg 1990
    .
    Nice review ,

    ReplyDelete